FARMAKOLOGI
ANTIHISTAMIN
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat ALLAH S.W.T, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita bersama sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
rintangan yang berarti.
Dan
tak lupa pula salawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar
Muhammad S.A.W yang telah menjadi suri tauladan bagi kita. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dosen yang telah memberi bimbingan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Penulis
menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga Makalah ini dapat dipergunakan bagi pembaca
sesuai dengan kebutuhan ataupun keperluan.
Padang, November 2011
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
2.
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Antihistamin
B. Macam-macam Antihistamin
C. Mekanisme Kerja
D. Efek Samping
E.
Kontraindikasi
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan
2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistami. Sejak
itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi.Pada
umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas artinya
mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan
alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1)
klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek
samping,mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami
gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari,
dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka
panjang.Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1
sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang
memberikan harapan cerah.
B.
Tujuan
Untuk mengetahui manfaat dari
antihistamin serta macam-macam antihistamin yang digunakan untuk mengatasi
penyakit alergi dan juga untuk mengetahui efek samping yang ditimbulkan oleh
obat antihistamin supaya antihistamin tidak disalahgunakan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Atihistamin
Antihistamin
adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh
melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek
antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan
atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak
dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan
menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas. Antihistamin sebagai penghambat
dapat mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis
oleh interaksi antigen IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga
mempunyai efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme
molekuler yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.
B. Macam-macam Antihistamin
1. Antihistamin (AH1) non sedatif
a.
Terfenidin
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
b.
Astemizol
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c.
Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
d.
Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
2.
Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan
berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
1. Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh
obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine
(khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan
prometazina.
2. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal.
Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis
reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam
lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan
penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina,
ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
3. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
4. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya
sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin.
Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan
sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.
C. Mekanisme kerja
Antihistamin bekerja dengan cara menutup
reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal, iritasi saluran pernafasan,
bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu
Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling sering
ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya
dalam bentuk klorfeniramin maleat). Antihistamin menghambat efek
histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin, produksi
antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki sifat
antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan
kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin
mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja
histamin pada reseptor H1. Selain memiliki kefek antihistamin, hampir semua AH1
memiliki efek spasmolitik dan anastetik lokal
2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor
histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin sehinnga memperkecil
pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan sebelum pelepasan
histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya sama denfan AH
1.
D. Efek samping
Promethazine, antihistamin jenis
fenotiazin yang digunakan secara luas karena sifat antimuntah dan penenang yang dimilikinya, telah dilaporkan
menyebabkan agitasi, halusinasi, kejang, reaksi distonik, sudden infant death
syndrome, dan henti napas. Efek samping ini umumnya lebih berat dan signifikan
pada bayi, sehingga pabrik pembuatnya memperingatkan agar tidak diberikan pada
anak di bawah usia 2 tahun. Namun, efektivitas promethazine sebagai sedatif
(penenang) dapat disalahgunakan oleh orang tua untuk menangani anak yang
berteriak-teriak. Antihistamin generasi kedua mempunyai efek samping
antikolinergik lebih sedikit dan dianggap tidak menimbulkan efek sedatif pada
anak dalam dosis terapi.
• Efek sedasi, dari hasil penelitian oleh perocek, dibandingkan difenhidramin 2x50 mg dengan loratadine dosis tunggal 20 mg. Hasilnya memperlihatkan efek sedasi difenhidramin lebih besar dibanding loratadine. Jadi loratadine tidak mempengaruhi kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan produktifitas kerja. Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis alergi musiman secara efektif dan absorbsi oralnya sangat cepat serta memiliki masa kerja yang panjang, sehingga cukup diberikan sekali dalam sehari.
• Gangguan psikomotor yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi psikomotor, merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam terapi yang menggunakan antihistamin. Efek samping terlihat saat pasien melakukan kegiatan dengan resiko fisik seperti mengendarai mobil, berenang, gulat, atau melakukan pekerjaan tangan. Gangguan fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari terjadinya sedasi (rasa mengantuk). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa loratadin tidak mengganggu kemampuan mengendarai dan tidak memperkuat efek alkohol.
• Gangguan kognitif adalah gangguan
terhadap kemampuan belajar, konsentrasi atau ketrampilan di tempat bekerja.
Dari hasil penelitian memperlihatkan antihistamin generasi pertama terutama
difenhidramin menyebabkan gangguan kemampuan belajar, konsentrasi, atau
ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan loratadin meniadakan efek negative dari
rhinitis alergi terhadap kemampuan belajar. Dengan menggunakan loratadin
tampaknya memperbaiki kemampuan belajar anak, penderita rhinitis alergi.
• Efek kardiotoksisitas, antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman, tetapi sejak akhir tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis antihistamin yang digunakan dengan dosis yang berlebihan. Sehingga dapat menyebabkan pasien yang menggunakan mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas). Namun dari hasil penelitian, loratadin merupakan antihistamin yang tidak berhubungan dari serangan kardiovaskuler yang membahayakan jiwa itu.
Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan antihistamin, karena beberapa antihistamin memiliki efek samping sedasi (mengantuk), gangguan psikomotor,dan gangguan kognitif. Akibatnya bila digunakan oleh orang yang melakukan pekerjaan dengan tingkat kewaspadaan tinggi sangat berbahaya.Untuk itu pasien yang aktif bekerja sebaiknya gunakan antihistamin yang aman dan efektif seperti loratadin, sudah terbukti tidak menimbulkan sedasi, tidak mengakibatkan terganggunya fungsi psikomotor dan fungsi kognitif. Juga terbukti aman tidak menyebabkan kardiotoksisitas dan efektif karena cukup diminum 1x sehari, karena memiliki masa kerja yang panjang serta diabsorbsi secara cepat.
Antihistamin Generasi Pertama:
1. Alergi – fotosensitivitas, shock
anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. Kardiovaskular – hipotensi
postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis vena pada sisi injeksi (IV
prometazin)
3. Sistem Saraf Pusat – drowsiness,
sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue, bingung, reaksi extrapiramidal
bisa saja terjadi pada dosis tinggi
4. Gastrointestinal – epigastric
distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
5. Genitourinari – urinary
frequency, dysuria, urinary retention
6. Respiratori – dada sesak, wheezing, mulut kering,
epitaksis dan nasal burning (nasal spray)
Antihistamin Generasi Kedua Dan
Ketiga:
1. Alergi – fotosensitivitas, shock
anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. SSP* – mengantuk/ drowsiness,
sakit kepala, fatigue, sedasi
3. Respiratori** – mulut kering
4. Gastrointestinal** – nausea,
vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine)
*Efek samping SSP sebanding dengan
placebo pada uji klinis, kecuali cetirizine yang tampak lebih sedatif ketimbang
placebo dan mungkin sama dengan generasi pertama. **Efek samping pada
respiratori dan gastrointestinal lebih jarang dibanding generasi pertama.
E. Kontraindikasi
Hipersensitivitas dan glaucoma sudut sempit. Jangan
digunakan pada bayi baru lahir dan premature. Antihistamin generasi pertama:
hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural, bayi
baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing
peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction,
penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien
yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua. Antihistamin generasi kedua dan
ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara
struktural.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
http://habib.blog.ugm.ac.id/kuliah/histamin-dan-antihistamin/
Slot Machines in Oklahoma - Live Casino Guide
BalasHapusThe 포커 족보 순위 only games 암호화폐란 on the casino luckyclub floor that I can find 무료 슬롯 머신 anywhere else 피나클 is the jackpot. To begin playing for fun, please visit the website at the