Rabu, 09 Mei 2012

kesehatan reproduksi



TUGAS KESEHATAN REPRODUKSI TENTANG UPAH
KATA PENGANTAR


            Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “UPAH”.
            Namun penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini.Oleh karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran kepada pembaca,agar penulis dapat membuat makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang.




























BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
           
            Fenomena wanita bekerja bukanlah hal baru lagi di tengah masyarakat kita.Sejak zaman purba ketika manusia masih mencari penghidupan dengan cara berburu dan meramu,seorang isteri sesungguhnya sudah bekerja sementara suami pergi berburu,ia dirumah bekerja menyiapkan makanan dan mengelola hasil buruan untuk ditukarkan dengan bahan lain yang dapat dikonsumsi keluarga.
            Sebenarnya tidak ada wanita yang benar-benar menganggur,biasanya para perempuan juga memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya entah itu dengan mengelola sawah,membuka warung dirumah,mengkreditkan pakaian dan lain sebagainya.Mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa perempuan dengan pekerjaan diatas bukan termasuk kategori perempuan bekerja.Hal ini Karena perempuan bekerja identik dengan wanita karir atau wanita kantoran,padahal dmanapun dan kapanpun wanita bekerja,seharusnya tetap dihargai pekerjaannya.jadi tidak semata dengan ukuran gaji atau waktu bekerja saja.
















BAB II

PEMBAHASAN

            Fenomena peremuan bekerja bukanlah barang baru di tengah masyarakat kita.Bagi perempuan yang bekerja sebagai pegawai swasta maupun sebagai pegawai negeri,diskriminasi upah sering kali lebih tersamar,meskipun pengupahan (termsuk tunjangan) pegawai negeri tidak lagi membedakan pegawai perempuan dan laki-laki,disektor swasta diskriminasi masih terjadi meskipun besar upah pokok antara pegawai laki-laki dan perempuan sama namun komponen tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan dibedakan antara pegawai perempuan dan laki-laki.
            Selain persoalan upah,dalam perspektif perbandingan dengan laki-laki,perempuan di sektor publik menghadapi kendala lebih besar untuk melakukan mobilitas vertical (kenaikan pangkat,posisi,jabatan) karena ideology patriakis yang dominan.Hal ini diindikasikan karena minimnya jumlah perempuan yang menduduki posisi pengambil keputusan dan posisi strategis lainnya baik disektor pemerintah maupun di sektor swasta.
Dari gambaran persoalan di atas dapat dilihat telah terjadi pula pelebaran ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan yang ditandai perbedaan upah serta ketidaksamaan akses keuntungan dan fasilitas kerja,termasuk akses terhadap program-program pelatihan pengembangan karir.
            Permasalahan hak bekerja bagi perempuan
UU No. 7 tahun 1984,pengesahan dari ratifikasi PBB,tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Waanita (convention on the elimination of all forms of discrimination against woman),Pasal 11.
a.      Bagi negara-negara peserta wajib membuat peraturan untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara pria dan wanita.
1.      Hak untuk bekerja sebagai hak azasi manusia.
2.      Hak atas kesempatan kerja yang sama,termasuk penerapan kriteria seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai.
3.      Hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan,hak untuk promosi,jaminan pekerjaan dan semua tunjangan serta fasilitas kerja,hak untuk memperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang termasuk masa kerja sebagai magang,pelatihan kejuruan lanjutan dan pelatihan ulang lanjutan.
4.      Hak untuk menerima upah yang sama,termasuk tunjangan-tunjangan,baik untuk perlakuan yang sama,maupun persamaan perlakuan dalam penilaian kualitas pekerjaan.
5.      Haj atas jaminan sosial,khususnya dalam hal pensiun,pengangguran,sakit cacat,lanjut usia,serta lain-lain ketidakmampuan untuk bekerja,hak atas masa cuti yang dibayar.
6.      Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja,termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan keturunan.
b.      Untuk mencegah diskriminasi terhadap wanita atas dasar perkawinan atau kehamilan dan untuk menjamin hak efektif mereka utuk bekerja,negara-negara peserta wajib membuat peraturan peraturan yang tepat:
1.      Untuk melarang,dengan dikenakan sanksi pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam pemberhentian atas dasar status perkawinan.
2.      Untuk mengadakan peraturan cuti hamil dengan bayaran atau dengan tunjangan sosial yang sebanding tanpa kehilangan pekerjaan semula.
3.      Untuk menganjurkan pengadaan pelayanan yang perlu guna memungkinkan para orang tua menggabungkan kewajiban-kewajiban dengan tanggung jawab pekerjaan dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat,khususnya meningkatkan pembentukan dan pengembangan suatu jaringan tempat-tempat penitipan anak.
4.      Untuk member perlindungan khusus bagi wanita selama kehamilan pda jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi mereka.
c.       Perundang-undangan yang bersifat melindungi sehubungan dengan hal-hal yang tercakup dalam pasal ini wajib ditinjau kembali secara berkala berdasar ilmu pengetahuan dan teknologi,serta direvisi,dicabut atau diperluas menurut keperluan.
Tahun 1957,pemerintah meratifikasi Konvensi ILO No.100,disahkan melalui UU No.80 tahun 1957,tentang Pengupahan yang Sama Bagi Laki-Laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya.Artinya juga tidak dibenarkan adanya diskriminasi upah bagi buruh perempuan.Peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan pengupahan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 tahun 1981.Perlindungan Upah dan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,keduanya secara explicit tidak mengatur anti diskriminasi upah bagui buruh perempuan.
            UU No.39 Tahun  1999,tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Pasal 45:”hak wanita dalam undang-undang ini adalah Hak Asasi Manusia (HAM).
Pasal 49:
a)       “Wanita berhak untuk memilih,dipilih diangkat dalm pekerjaan,jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan”.
b)       “Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan dan profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatannya berkenaan dengan reproduksi wanita”.
c)       “Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya,dijamin dan dilindungi oleh hukum”.

UU No. 11 Tahun 2005,pengesahan ratifikasi Kovenan tentang hak-hak Ekonomi ,Sosial dan Budaya (EKOSOB).

Bagian III mencantumkan jaminan atas hak-hak warga Negara,yaitu:
a)      Hak atas pekerjaan
b)      Hak untuk mendapatkan program pelatihan
c)      Hak untuk mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik
d)      Hak membentuk serikat buruh
e)      Hak untuk menikmati jaminan sosial,termasuk asuransi sosial
f)       Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan
g)      Hak atas standar hidup yang layak,termasuk pangan,sandang,dan perumahan.
h)      Hak terbebas dari kelaparan
i)        Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
j)        Hak atas pendidikan,termasuk pendidikan dasar secara cuma-Cuma
k)      Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya dan menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya.



Fakta di Lapangan
a)      Buruh/peekerja perempuan selalu dianggap berstatus lajang,meski telah berkeluarga mempunyai anak dan suamiya tidak memperoleh jaminan sosial apapun.Oleh karena itu buruh perempuan tidak mendapatkan tunjangan  keluarga dan jaminan kesehatan untuk suami dan anak-anaknya.
b)      Potongan pajak penghasilan bagi buruh/pekerja perempuan lebih besar dari pada laki-laki lantaran buruh perempuan berstatus lajang,bukan kepala rumah tangga,walaupun pada kenyataannya suaminya sedang tidak bekerja.
c)      Jaminan sosial,UU No. 3 tahun 1992,tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pasal 16 mengatur “tenaga kerja,suami atau isteri, dan anak berhak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan”.Pada kenyataannya tidak mudah di akses, hingga saat ini masih memerlukan perjuangan,kami sedang perjuangkan dan belum berhasil,masih dalam proses.
d)      Pengupahan,kalau sampai Batas Upah Minimum Regional/Pripinsi/Kabupaten/Kota masih sama untuk pekerjaan yang sama nilainya antara laki-laki dan perempuan.Tapi kalau sudah lebih dari UM tersebut mulai perbedaan atas nama jabatan,tunjangan keluarga,dan alas an lainnya.
e)      Promosi jabatan,perempuan masih sulit memperoleh promosi jabatan.
f)       Training,selain pada saat masuk kerja tidak ada lagi training bagu buruh/pekerja perempuan,ini pun utamanya diperusahaan tekstilpemintalan dan elektronik,di garmen tidak ada training.
g)      Usia kerja,para buruh wanita yang sudah berusia 40 tahun di usik terus oleh pihak pengusaha agar tidak tahan lagi bekerja kemudian mengundurkan diri dan dig anti oleh tenaga kerja perempuan yang baru lulus sekolah baik SMP,SMU dan masih lajang.Praktek ini sulit dibendung karena pada kenyataannya kesempatan kerja lebih sedikit dari minat kerja.
h)      Hak normatif,mendapatkan hak normative masih perlu perjuangan.Apalagi hak cuti haid, cuti hamil dapat diambil tetapu tidak mendapat upah dan masih ada bentuk pelanggaran lain.
i)        Peraturan perundangan yang telah diterbitkan oleh Negara belum ada yang secara explisit mengatur perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga.Berarti nasib PR lebih parah lagi,jika kita lihat pekerja/buruh formal saja masih perlu perjuangan untuk mendapatkannya,apalagi bagi PRT yang belum ada perlindungannya.




                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar