TUGAS KESEHATAN REPRODUKSI TENTANG
UPAH
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNYA
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “UPAH”.
Namun
penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini.Oleh
karena itu penulis membutuhkan kritik dan saran kepada pembaca,agar penulis
dapat membuat makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Fenomena
wanita bekerja bukanlah hal baru lagi di tengah masyarakat kita.Sejak zaman
purba ketika manusia masih mencari penghidupan dengan cara berburu dan
meramu,seorang isteri sesungguhnya sudah bekerja sementara suami pergi
berburu,ia dirumah bekerja menyiapkan makanan dan mengelola hasil buruan untuk
ditukarkan dengan bahan lain yang dapat dikonsumsi keluarga.
Sebenarnya
tidak ada wanita yang benar-benar menganggur,biasanya para perempuan juga
memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya entah itu dengan
mengelola sawah,membuka warung dirumah,mengkreditkan pakaian dan lain
sebagainya.Mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa
perempuan dengan pekerjaan diatas bukan termasuk kategori perempuan bekerja.Hal
ini Karena perempuan bekerja identik dengan wanita karir atau wanita kantoran,padahal
dmanapun dan kapanpun wanita bekerja,seharusnya tetap dihargai
pekerjaannya.jadi tidak semata dengan ukuran gaji atau waktu bekerja saja.
BAB II
PEMBAHASAN
Fenomena
peremuan bekerja bukanlah barang baru di tengah masyarakat kita.Bagi perempuan
yang bekerja sebagai pegawai swasta maupun sebagai pegawai negeri,diskriminasi
upah sering kali lebih tersamar,meskipun pengupahan (termsuk tunjangan) pegawai
negeri tidak lagi membedakan pegawai perempuan dan laki-laki,disektor swasta diskriminasi
masih terjadi meskipun besar upah pokok antara pegawai laki-laki dan perempuan
sama namun komponen tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan dibedakan antara
pegawai perempuan dan laki-laki.
Selain
persoalan upah,dalam perspektif perbandingan dengan laki-laki,perempuan di
sektor publik menghadapi kendala lebih besar untuk melakukan mobilitas vertical
(kenaikan pangkat,posisi,jabatan) karena ideology patriakis yang dominan.Hal
ini diindikasikan karena minimnya jumlah perempuan yang menduduki posisi
pengambil keputusan dan posisi strategis lainnya baik disektor pemerintah
maupun di sektor swasta.
Dari gambaran persoalan di atas dapat
dilihat telah terjadi pula pelebaran ketimpangan ekonomi antara laki-laki dan
perempuan yang ditandai perbedaan upah serta ketidaksamaan akses keuntungan dan
fasilitas kerja,termasuk akses terhadap program-program pelatihan pengembangan
karir.
Permasalahan hak bekerja bagi perempuan
UU No. 7 tahun
1984,pengesahan dari ratifikasi PBB,tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Waanita (convention on the elimination of all forms of
discrimination against woman),Pasal 11.
a. Bagi negara-negara peserta wajib
membuat peraturan untuk menghapus diskriminasi terhadap wanita dilapangan
pekerjaan guna menjamin hak-hak yang sama atas dasar persamaan antara pria dan
wanita.
1. Hak untuk bekerja sebagai hak azasi
manusia.
2. Hak atas kesempatan kerja yang
sama,termasuk penerapan kriteria seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai.
3. Hak untuk memilih dengan bebas
profesi dan pekerjaan,hak untuk promosi,jaminan pekerjaan dan semua tunjangan
serta fasilitas kerja,hak untuk memperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan
ulang termasuk masa kerja sebagai magang,pelatihan kejuruan lanjutan dan
pelatihan ulang lanjutan.
4. Hak untuk menerima upah yang
sama,termasuk tunjangan-tunjangan,baik untuk perlakuan yang sama,maupun
persamaan perlakuan dalam penilaian kualitas pekerjaan.
5. Haj atas jaminan sosial,khususnya
dalam hal pensiun,pengangguran,sakit cacat,lanjut usia,serta lain-lain
ketidakmampuan untuk bekerja,hak atas masa cuti yang dibayar.
6. Hak atas perlindungan kesehatan dan
keselamatan kerja,termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi melanjutkan
keturunan.
b. Untuk mencegah diskriminasi terhadap
wanita atas dasar perkawinan atau kehamilan dan untuk menjamin hak efektif
mereka utuk bekerja,negara-negara peserta wajib membuat peraturan peraturan
yang tepat:
1. Untuk melarang,dengan dikenakan
sanksi pemecatan atas dasar kehamilan atau cuti hamil dan diskriminasi dalam
pemberhentian atas dasar status perkawinan.
2. Untuk mengadakan peraturan cuti hamil
dengan bayaran atau dengan tunjangan sosial yang sebanding tanpa kehilangan
pekerjaan semula.
3. Untuk menganjurkan pengadaan
pelayanan yang perlu guna memungkinkan para orang tua menggabungkan
kewajiban-kewajiban dengan tanggung jawab pekerjaan dan partisipasi dalam
kehidupan masyarakat,khususnya meningkatkan pembentukan dan pengembangan suatu
jaringan tempat-tempat penitipan anak.
4. Untuk member perlindungan khusus bagi
wanita selama kehamilan pda jenis pekerjaan yang terbukti berbahaya bagi
mereka.
c. Perundang-undangan yang bersifat
melindungi sehubungan dengan hal-hal yang tercakup dalam pasal ini wajib
ditinjau kembali secara berkala berdasar ilmu pengetahuan dan teknologi,serta
direvisi,dicabut atau diperluas menurut keperluan.
Tahun 1957,pemerintah
meratifikasi Konvensi ILO No.100,disahkan melalui UU No.80 tahun 1957,tentang Pengupahan yang Sama Bagi Laki-Laki dan
Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya.Artinya juga tidak dibenarkan
adanya diskriminasi upah bagi buruh perempuan.Peraturan perundangan yang
mengatur pelaksanaan pengupahan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 tahun
1981.Perlindungan Upah dan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,keduanya
secara explicit tidak mengatur anti diskriminasi upah bagui buruh perempuan.
UU No.39 Tahun 1999,tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Pasal 45:”hak wanita dalam
undang-undang ini adalah Hak Asasi Manusia (HAM).
Pasal 49:
a) “Wanita berhak untuk memilih,dipilih diangkat
dalm pekerjaan,jabatan dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan
perundang-undangan”.
b) “Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan
khusus dalam pelaksanaan pekerjaan dan profesinya terhadap hal-hal yang dapat
mengancam keselamatan dan kesehatannya berkenaan dengan reproduksi wanita”.
c) “Hak khusus yang melekat pada diri wanita
dikarenakan fungsi reproduksinya,dijamin dan dilindungi oleh hukum”.
UU No. 11 Tahun 2005,pengesahan ratifikasi Kovenan tentang
hak-hak Ekonomi ,Sosial dan Budaya (EKOSOB).
Bagian III mencantumkan
jaminan atas hak-hak warga Negara,yaitu:
a) Hak atas pekerjaan
b) Hak untuk mendapatkan program
pelatihan
c) Hak untuk mendapatkan kenyamanan dan
kondisi kerja yang baik
d) Hak membentuk serikat buruh
e) Hak untuk menikmati jaminan
sosial,termasuk asuransi sosial
f) Hak menikmati perlindungan pada saat
dan setelah melahirkan
g) Hak atas standar hidup yang
layak,termasuk pangan,sandang,dan perumahan.
h) Hak terbebas dari kelaparan
i)
Hak
menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi
j)
Hak
atas pendidikan,termasuk pendidikan dasar secara cuma-Cuma
k) Hak untuk berperan serta dalam
kehidupan budaya dan menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
aplikasinya.
Fakta di Lapangan
a)
Buruh/peekerja
perempuan selalu dianggap berstatus lajang,meski telah berkeluarga mempunyai anak
dan suamiya tidak memperoleh jaminan sosial apapun.Oleh karena itu buruh
perempuan tidak mendapatkan tunjangan
keluarga dan jaminan kesehatan untuk suami dan anak-anaknya.
b)
Potongan
pajak penghasilan bagi buruh/pekerja perempuan lebih besar dari pada laki-laki
lantaran buruh perempuan berstatus lajang,bukan kepala rumah tangga,walaupun
pada kenyataannya suaminya sedang tidak bekerja.
c)
Jaminan
sosial,UU No. 3 tahun 1992,tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja pasal 16
mengatur “tenaga kerja,suami atau isteri,
dan anak berhak memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan”.Pada
kenyataannya tidak mudah di akses, hingga saat ini masih memerlukan
perjuangan,kami sedang perjuangkan dan belum berhasil,masih dalam proses.
d)
Pengupahan,kalau
sampai Batas Upah Minimum Regional/Pripinsi/Kabupaten/Kota masih sama untuk
pekerjaan yang sama nilainya antara laki-laki dan perempuan.Tapi kalau sudah
lebih dari UM tersebut mulai perbedaan atas nama jabatan,tunjangan keluarga,dan
alas an lainnya.
e)
Promosi
jabatan,perempuan masih sulit memperoleh promosi jabatan.
f)
Training,selain
pada saat masuk kerja tidak ada lagi training bagu buruh/pekerja perempuan,ini
pun utamanya diperusahaan tekstilpemintalan dan elektronik,di garmen tidak ada
training.
g)
Usia
kerja,para buruh wanita yang sudah berusia 40 tahun di usik terus oleh pihak
pengusaha agar tidak tahan lagi bekerja kemudian mengundurkan diri dan dig anti
oleh tenaga kerja perempuan yang baru lulus sekolah baik SMP,SMU dan masih
lajang.Praktek ini sulit dibendung karena pada kenyataannya kesempatan kerja
lebih sedikit dari minat kerja.
h)
Hak
normatif,mendapatkan hak normative masih perlu perjuangan.Apalagi hak cuti
haid, cuti hamil dapat diambil tetapu tidak mendapat upah dan masih ada bentuk
pelanggaran lain.
i)
Peraturan
perundangan yang telah diterbitkan oleh Negara belum ada yang secara explisit
mengatur perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga.Berarti nasib PR lebih parah
lagi,jika kita lihat pekerja/buruh formal saja masih perlu perjuangan untuk
mendapatkannya,apalagi bagi PRT yang belum ada perlindungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar